Jumat, 23 Mei 2014

Aku Galau

Bukan rahasia umum kalau kita sering bergalau ria, apalagi anak muda macem kita gini, ah galau sudah menjadi bagian dari keseharian. Mau makan galau, mau mandi galau, punya pacar galau, gak punya pacar apalagi. Mau ujian galau, apalagi yang mau skripsi kayak gue *jadi curhat.

Oke mari sejenak kita tinggalkan kegalauan kita dan berkaca pada sebuah cermin utuh, lalu mendaraskan pertanyaan pertanyaan ini pada diri kita sendiri layaknya ketika kita sedang Rosario, tapi gue ingetin jangan sampe ketiduran.

“Kenapa gue galau?”
“Karena apa gue galau?”
“Haruskah gue galau?”
“Sampai kapan gue galau?”

Galau itu apa sih? Mungkin ada anak kelewat gahol yang kurang ngeh sama yang namanya Galau, yang sebenernya udah masuk kedalam KBBI EYD. Jadi galau itu adalah : ga-lau a, ber-ga-lau a, sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak karuan (pikiran). Intinya Galau adalah sibuk beramai-ramai sambil ngacau, yang kalau diukur masih jauh dari gila tapi mendekati kurang waras (lalu apa bedanya?) kemudian gue jadi galau lagi.

Kalau mau gue lukiskan biar lebih intens sih, galau itu adalah sebuah perasaan gundah gulana kayak ditinggal nyokap bokap keluar kota tapi lupa ninggalin uang plus kunci rumahnya dibawa, atau kayak di-PHP-in selama setahun tapi dia jadiannya sama siapa, atau kayak udah pedekate-an ternyata cuman dianggep kakak. Ah sudahlah, hidup memang tidak seindah badan Siwon SuJu.

Dalam kehidupan memang Galau sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan dan sebagai wujud mematangkan keputusan, sebagai dasar dan pondasi kuat untuk menentukan arah tujuan yang mau diambil. Ketika kita galau atau dalam bahasa warasnya adalah kebimbangan, kita akan dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang pastinya akan membuat kita lebih jauh berfikir kedepan. Menganalisis permasalahan tersebut akan berdampak menjadi apa dan tentunya langkah pengambilan keputusan ini akan menjadi tanggung jawab kita. Memang kegalauan juga adalah sebuah bentuk ketakutan terhadap langkah yang akan diambil, apakah sesuai ekspektasi atau tidak, benar atau salah, bimbang dan gak percaya diri pada keputusan yang sudah dipilih, terlebih bila ternyata keputusan itu salah.

Ingat Gaes~
Bagaimanapun keputusan kita, orang lain pun akan merasakan.

Yang jadi tonggak permasalahannya sekarang adalah bagaimana kalian menempatkan ke-Galau-an itu, apakah tepat meletakkannya? Apakah sudah sesuai dengan porsi kehidupan kalian? Apakah pada akhirnya sudah menemukan solusinya? Jangan sampai kegalauan itu akhirnya merayap menjadi sebuah kebiasaan yang sulit dihilangkan atau menjadi sebuah euphoria bagi kalian hingga jadi berlarut-larut didalamnya.

Udah gue katakan tadi bahwa Galau adalah sebagian dari iman (para anak muda), tapi bukan berarti seenaknya kalian terseret dan lupa pada tujuan kegalauan, yaitu..

Menemukan Jawaban

Yap, jangan lupakan fokus utama dari setiap kegalauan yang kalian rasakan. Karena itu gue sisipin beberapa tips untuk mengusir kegalauan yang sudah terseret jauh dalam kehidupan kalian :
1.Stop nyalahin diri sendiri kalau memang keputusan yang diambil ternyata tidak tepat sasaran.
2.Hadapi dengan senyuman, berfikir positif, dan tenang dalam menyelesaikannya.
3.Coba untuk selalu merasa beruntung meski baru ketiban pohon tetangga.
4.Lakukan kegiatan positif kayak ngebayangin gue gitu.
5.Dengerin lagu-lagu yang penuh semangat, mungkin bisa ke soundcloud gue.
6.Kumpul bareng keluarga, temen atau kerabat. Asal jangan kumpul sama mantan.
7.Hadapi semua yang akan terjadi, bukannya lari, karena lari itu sama kayak pribadi yang kalah dan merusak dari segi mental.
8.Perbanyak ngobrol sama Tuhan, syukur-syukur ntar dijawab sama Tuhan.

Well, gak galau gak gahol, tapi bukan berarti sebagai pribadi muda harus ngegalau terus-terusan. Banci aja gak pernah patah arang dikejar-kejar Kamtib, masa kita yang orang muda, Katolik lagi bisa jatuh sama kegalauan?
Sstt.. terakhir. Galau sangat indah pada tempatnya :)

Aiu Vodka – St. Clara

Kata Kunci : galau, menemukan jawaban, tujuan hidup

0 komentar :

Posting Komentar